Saya seperti diingatkan dengan materi Modus ke-6 mengenai #SayapUtuh di Training #MudaMulia oleh @KangRendy. #SayapUtuh ini yang dibutuhkan untuk bisa melesat lebih tinggi. Sayap sebelah kanan adalah ridho dan dukungan orang tua, sedangkan sayap sebelah kiri adalah ridho dan dukungan pasangan hidup kita. Apakah suami sudah ridho dan mendukung apa yang kita kerjakan? Jika belum, bisa jadi ini lah yang membuat kepakan sayap kita cepat lelah dan kadang melemah.
Suami atau istri adalah partner dalam hidup kita. Kebersamaan kita berdua adalah kebersamaan untuk saling bertumbuh. Ketika suami ingin melesat, istri menjadi kepakan sayap. Ketika istri ingin bertumbuh, suami siap mendukung penuh. Jangan sampai kebersamaan yang ada adalah kebersamaan yang saling membunuh: istri membunuh mimpi suami, suami membunuh karakter istri, pedih.
“Kamu pakaian baginya, dan dia pakaian bagimu” (QS. Al-Baqoroh [2]:187), seperti itulah kaidahnya: saling melengkapi, saling membutuhkan. Jika Anda seorang suami, ajaklah istri Anda untuk membersamai mimpi Anda, jangan asyik sendiri, tak mau berbagi, akhirnya Anda sepi sendiri. Jika Anda seorang istri, utarakan harapan Anda kepada suami, apa yang menjadi impian, jangan sampai Anda hidup dalam keterpasungan harapan. Suami punya kehidupan, istri juga punya kehidupan, skrg Anda berdua bersatu dalam sebuah kendaraan, Tak mungkin 1 kendaraan beda arah, belah.
.. selengkapnya baca di chirpstory.
Belakangan ini saya agak khawatir mengenai pengasuhan dan pendidikan anak saya. Saya ibu rumah tangga, rumah adalah kantor bagi saya, tempat saya bekerja. Suami saya seorang penerbang yang lebih banyak bekerja di luar rumah. Untungnya, suami tidak menginap, memang berbeda dengan pilot maskapai lainnya. Suami bekerja sekitar 12 jam di luar rumah. Lalu bagaimana pola pengasuhan anak yang baik untuk kami terapkan? Sebenarnya, apapun profesi pasangan hidup kita, respek dan support adalah modal untuk membuat #SayapUtuh ini bisa mengepak kuat seirama. Suami dan istri harus sama-sama berperan dalam mengasuh dan mendidik anak, terutama di usia terbaik mereka (0-7 tahun). Adanya peran ibu dan ayah itu penting, bukan peran ayah saja atau ibu saja. Jika waktu luang yang kita punya untuk anak hanya sedikit, maksimalkan waktu sedikit itu untuk membuat kegiatan yang memorable bagi anak. Gadget, Internet, Televisi, Radio, dan hiburan lainnya, bisa menjadi gangguan dalam membangun keintiman bersama anak.
Saya mengutip perkataan Ibu Noni, Fasilitator saya di Kelas Matrikulasi Ibu Profesional:
“Kalau suami istri modalnya udah sama, misal sama2 berjiwa pendidik atau sosial atau sama2 pebisnis, itu terbangnya cepet. Contoh: bu Septi pak Dodik. Atau Gen Halilintar.
Suami istri dari awal udah satu jalan. Jadi enak mulainya begitu dapet guru langsung seperti bu Septi pak Dodik. Mereka langsung praktekin ke dunia asli mereka. Jadi deh.. Contoh lainnya teh kiki barkiah, kan teh kiki yang punya konsep dan praktek semua. Beliau juga penuh perjuangan tuh ama suaminya. Cuma untungnya suaminya udah mapan finansial, ilmu cukup dan MAU ikutin aturan istrinya. Ada pembagian kerja.
Emang sih beda jika suami yang mulai, geraknya akan luar biasa cepat. Bedaaa kalau suami yang mulai, karna itulah keutamaan nilai seorang lelaki. Tapi di luar masalah itu, jika sejauh ini semua masih on the track, tinggal banyak doa dan diperbaiki terus menerus. Nanti juga Allah yang akan nyempurnakan proses kita…”
Ya mungkin kami harus merumuskan ulang mengenai peran kami sebagai ayah dan ibu untuk anak kami. Tiada kata terlambat untuk berbenah 🙂
Ini ada bacaan bagus untuk memotivasi para ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak:
peran penting ayah mendidik anak & sosok ayah penentu arah 😉